Selasa, 02 September 2008

SHALAT TARAWIH

Ramadhan telah tiba, seperti tahun2 terdahulu dalam memasuki bulan Ramadhan umat muslim berbondong-bondong kembali meramaikan mesjid untuk saling berlomba mengharapkan rahmat dan ridho Nya.
Berbagai macam ibadah yang bersifat sunah dikerjakan (apalagi yang 'wajib', pantang untuk ditinggalkan...). Tua muda, miskin kaya, mulai dari rakyat jelata sampai dengan pejabat disana, campur baur didalam kegiatan2 keagamaan. Untuk 'sementara' hawa nafsu dikesampingkan...

Seiring
dengan kembali bergeliatnya kegiatan2 keagamaan, sejalan dengan itu pula akan kita temui perbedaan-perbedaan dalam pelaksanaannya. Perbedaan-perbedaan yang timbul sudah seyogyanya (saya dari dulu bingung kenapa harus 'seyogyanya', kenapa tidak 'sejakartanya' ya..?!) kita sikapi dengan dewasa dan logis. Semua perbedaan pasti ada alasan yang mendasarinya. Tinggal bagaimana kita, dengan kepala dingin, mau melihat suatu perbedaan dari berbagai sudut pandang. Salah satu yang sering kita temui ada perbedaan dalam pandangan dan pelaksanaannya adalah Shalat Tarawih.

Shalat Tarawih, adalah salah satu ibadah sunah yang dilaksanakan oleh Rasulullah SAW selama bulan Ramadhan. Bila kita mengamati lebih jauh lagi, kita akan menemui berbagai pendapat tentang pelaksanaan shalat Tarawih, yang akan coba kami ulas secara ringan (karena pengetahuan yg terbatas), dengan harapan dapat me-refresh kita sekaligus men-triger rekan2 yang berkompeten untuk memberikan masukkan yang lebih lengkap lagi bagi kita.
Shalat Tarawih biasa disebut juga sebagai shalat lail atau shalat malam karena dilaksanakan malam hari. Dalam pelaksanaannya, Rasulullah biasa beristirahat setelah salam sebelum memulai rakaat berikutnya. Itulah sebabnya mengapa disebut shalat tarawih (tarawih= istirahat). Bicara mengenai Shalat Tarawih, ada beberapa masalah2 furu'iyah yang beredar di masyarakat. Diantaranya perbedaan jumlah raka'at antara 11 raka'at atau 23 raka'at, atau perbedaan pandangan antara sama tidaknya Shalat Tarawih dengan Shalat Tahajud. Dimana bagi yang berpandangan jika Shalat Tarawih adalah sama dengan Shalat Tahajud diluar bulan Ramadhan, biasanya akan melaksanakan Shalat Tarawih pada malam hari atau tidak dilaksanakan langsung setelah shalat Isya. Dan masih ada lagi beberapa pandangan yang lain.
Melihat dari timbulnya berbagai macam pandangan yang beredar luas didalam masyarakat, alangkah bijaknya bila kita tidak saling memvonis benar atau salah antara satu sama lainnya. Perbedaan yang ada seharusnya malah menjadi sebuah tantangan bagi kita untuk belajar dan membaca lebih banyak lagi literatur2 yang ada (khususnya Al Qur'an dan Al Hadits), termasuk mencari sebanyak-banyaknya narasumber (Ustadz atau Ustadzah dan orang2 yang memiliki pengetahuan lebih) sebagai masukkan. Jangan sekali-kali kita berpedoman hanya kepada satu narasumber saja, untuk menghindari kultus individu yang mungkin saja timbul.
Dalam agama Islam, perintah yang pertama kali turun kepada Rasulullah adalah 'iqra! Bacalah..!! Oleh karenanya jangan pernah bosan atau malas untuk membaca! Membaca dapat diartikan sebagai belajar. Dan bagi umat Islam, proses belajar sudah harus dilaksanakan mulai dari buaian sampai dengan ke liang lahat..
Kembali kepada Shalat Tarawih, Rasulullah SAW melaksanakan shalat Tarawih secara berjamaah pada 3 (tiga) hari pertama diawal bulan Ramadhan (kalau saya salah tolong di koreksi). Dan dikarenakan beliau takut timbul pergeseran pandangan ibadah Shalat Tarawih menjadi suatu ibadah Shalat wajib, maka sebagian besar pelaksanaan Shalat Tarawih dilakukan oleh Rasulullah secara sendiri2. Yang kemudian pada minggu terakhir bulan Ramadhan, rasulullah melanjutkan dengan ber i'tikaf.
Dewasa ini kita melihat, Shalat Tarawih dilakukan hampir selalu secara berjamaah setiap malam. Hal ini jangan dulu kemudian kita artikan sebagai sesuatu yang salah, akan tetapi harus kita pelajari lebih teliti lagi asal mulanya.
Pelaksanaan Shalat Tarawih secara berjamaah pertama kali dilaksanakan pada masa ke khalifahan Umar Ibnu Khattab. (sekali lagi, tolong saya dikoreksi). Dengan maksud, mungkin saat itu, adalah membiasakan masyarakat untuk memperbanyak kegiatan ibadah di bulan Ramadhan (Ramadhan biasa kita analogikan sebagai bulan Great sale, dengan melaksanakan ibadah dalam kuantitas yang sama dengan diluar Ramadhan kita memperoleh kualitas pahala yang lebih baik), sebagai wujud tanggung jawab moral seorang pemimpin. Ditambah, mungkin, pemahaman masyarakat yang sudah lebih baik pada masa itu (masa kekhalifahan Umar Ibnu Khattab) dibandingkan dengan masa awal dakwah Rasulullah.
Alasan-alasan semacam inilah yang harus kita pelajari dan pahami terlebih dahulu sebelum mengambil suatu kesimpulan. Karena yakinlah bahwa segala sesuatunya pasti ada asbabunnuzul-nya (sebab musabab turunnya hal tersebut), tentunya selama tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan Al Hadits. Wallahu 'alam bissawab. ANY COMMENT....??

Senin, 01 September 2008


Di bulan yang mulia ini….

Pintu maaf dibuka luas….

Saat dimana dosa2 dibilas….

Marilah kita bermuhasabah…

Jauhkan diri dari musibah…

Rendahkan hati,

Tingkatkan iman…

Kita awali dengan bermaafan…


"MINNAL AIDIN WAL FA'IDZIN"
"SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA"




ClixMX.com